Sabtu, 17 November 2012

Banjarnegara Jantung Jawa Tengah

Kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Secara astronomis kabupaten ini terletak di antara 7012’ – 7031’ Lintang Selatan dan 109029’ – 109045’ Bujur Timur. Kabupaten Banjarnegara beribukota di Kecamatan Banjarnegara, yang letaknya bukanlah tepat di bagian tengah kabupaten ini, namun cenderung ke arah selatan kabupaten ini.

Kabupaten ini awalnya hanya terdiri dari 18 kecamatan, namun pada tahun 2004 jumlah kecamatan dimekarkan menjadi 20 kecamatan, karena adanya dua kecamatan baru, yaitu: (1) Kecamatan Pagedongan yang terletak di bagian selatan kabupaten ini, dan (2) Kecamatan Pandanarum yang terletak di bagian utara kabupaten ini.

Secara geografis, Kabupaten Banjarnegara terletak di bagian tengah, pusat, atau jantungnya Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Banjarnegara berbatasan: Pertama, di sebelah utara dengan Kabupaten Pekalongan, dan Kabupaten Batang. Kedua, di sebelah timur dengan Kabupaten Wonosobo. Ketiga, disebelah selatan dengan Kabupaten Kebumen. Keempat, disebelah barat dengan Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banyumas.

Oleh karena posisi geografisnya itu, maka Kabupaten Banjarnegara layak disebut “The Heart of Central Java” atau “Jantungnya Jawa Tengah”. Adakalanya sebutan simbolis (secara geografis) bertolak belakang dengan fakta lapangan (secara sosial-ekonomi).

Hal ini terjadi pula pada Kabupaten Banjarnegara, sebutan sebagai “The Heart of Central Java” atau “Jantungnya Jawa Tengah”, ternyata menjadi ironi ketika dikaitkan dengan fakta lapangan. Secara faktual, sebagai “Jantungnya Jawa Tengah”, Kabupaten Banjarnegara justru berpeluang mengakibatkan “jantungan” para pemimpin Jawa Tengah, atau pihak manapun yang menaruh perhatian pada kesejahteraan masyarakat.

Betapa tidak, karena Kabupaten Banjarnegara adalah kabupaten termiskin di Provinsi Jawa Tengah sejak tahun 1996 hingga tahun 2007. Pada tahun 1996, ketika persentase kemiskinan Provinsi Jawa Tengah hanya mencapai 20 %, dengan ikon-nya, yaitu Kota Tegal, yang persentase kemiskinannya hanya mencapai 4,21 %, maka Kabupaten Banjarnegara memiliki persentase kemiskinan sebesar 45,45 %.

Sementara itu, pada tahun 1999, ketika persentase kemiskinan Provinsi Jawa Tengah hanya mencapai 26,07 %, dengan ikon-nya, yaitu Kota Tegal, yang persentase kemiskinannya hanya mencapai 6,29 %, maka Kabupaten Banjarnegara memiliki persentase kemiskinan sebesar 43,57 %.

Sebutan sebagai kabupaten termiskin di Provinsi Jawa Tengah bahkan terus disandang oleh Kabupaten Banjarnegara hingga tahun 2007. Meskipun pada tahun 2007 persentase kemiskinan di Kabupaten Banjarnegara mengalami penurunan (38,66 %), namun kabupaten lain di Provinsi Jawa Tengah juga mengalami penurunan, sehingga tetap saja sebutan sebagai kabupaten termiskin di Provinsi Jawa Tengah terus digelarkan kepada Kabupaten Banjarnegara.

Dengan kata lain, penurunan angka kemiskinan kabupaten ini belum mampu mengimbangi penurunan angka kemiskinan kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu, Kabupaten Banjarnegara tetap memerlukan perhatian khusus dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, agar kabupaten ini dapat memposisikan diri sebagai jantungnya Jawa Tengah, dan bukannya membuat jantungan para pemimpin Jawa Tengah.

Kondisi Kabupaten Banjarnegara yang seperti ini, hendaknya mendorong Kantor Pertanahan Kabupaten Banjarnegara untuk bekerja lebih semangat, terutama dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Jajaran Kantor Pertanahan Kabupaten Banjarnegara perlu memahami, bahwa pasar bebas tidak mengarah pada pencapaian kemakmuran yang meluas, melainkan lebih banyak memperlihatkan kemiskinan dan eksploitasi besar-besaran. Suatu masyarakat akan tumbuh dan berkembang secara “sehat”, bila: (1) kebutuhannya dapat dipenuhi, dan (2) ketika ketidak-setaraan serta eksploitasi di bidang ekonomi dan relasi sosial dapat dieliminasi.

Oleh karena itu, kemiskinan bukanlah fenomena individual melainkan fenomena struktural. Kemiskinan terjadi karena adanya ketidak-adilan dan ketimpangan sosial, sebagai akibat tersumbatnya akses kelompok tertentu terhadap sumberdaya. Dengan demikian strategi penanggulangan kemiskinan haruslah bersifat institusional (melembaga).

Selamat merenungkan, semoga Allah SWT meridhai...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Top Web Hosting | manhattan lasik | websites for accountants